KAU BIRU

Dibuat : 03.01 / 25-11-2016
Ditulis : FIKIH HIDAYATULLOH

Ini harus, meski mungkin sebagian sudah dia dengar. Diantara sepi senyap pagi yang hampir tak dapat dibedakan dengan malam tadi ku mulai perbincanganku ini. "Sendiri!"
Diam, tak bising tapi ada nada irama tanpa nama, "berdegup!". Lama ambang rasa, panjang kecamuk membabi buta paksa aku, "tumpahkan saja!" Katanya. Kutatap, apa? tak jelas bagian mana dan pada apa aku menatap. "Tak pasti!".

Ada yang lalu pergi kuhiraukan, ada yang datang pergi kulepaskan, ada yang datang dan pergi lama jumpa dan pisah lagi terulangi. Tapi ada yang baru-baru ini ku usir tapi kembali bahkan seperti tak mau pergi, "dalam, dari diriku!".


Aku tak bicarakan bintang-bintang penghias terang bulan, aku juga tak gambarkan tentang lengak-lenggok daun yang bergoyang begitu tenang dan aku tak bisa ku bicara dan gambarkan betapa sepi dan malu tertawa dengan bahak tepat didepan muka ku! "Mau, tapi sadar siapa aku untukmu?"

Waktu, tiap waktu, ku tatap meski tak pernah saling temu. Mataku mengingatnya bukan melihat, otak ku memandang tak merekam. Aku ingat, beberapa kali kuingatkan dan diingatkan sampai akhirnya aku terus teringat-ingat! "Fatamorgana wajah urung jemu!"

Aku tak sanggup! Kantuk bembrondongku, ku tinggal saja, sebentar nanti lagi ku lanjutkan. 

Ini, ini lanjutku! "Pena dan penghapus" jangan anggap aku gila karena pertemanan mereka, "karena ketidakmungkinan yang kalian yakini, ku anggap akan selalu dapat menjadi suatu hal yang mungkin". Aku tak memaksa kalian percaya, jadi terserah saja!

Selamat pagi Biru! Singkat tapi lagi otaku menatapmu, entah dari sudut yang mana kali ini. Sekejap saja, baru setelah ku membuka mataku diantaraa kesadaran yang masih kutunggu penuh ingatan akanmu telah menyambutku, aku teringat! "Jadi kuingatkan saja kamu!"

Tentang gambaranmu pagi ketika mentari belum benar-benar muncul utuh, aku kembali kau kelilingi. Tak lama lalu sembunyi lepas sebelum jingga menangkap seluruh tubuhku tenggelam diantara mu! Ini hanya ungkapan!

Maaf! Aku harus kalau harus seperti ini! Nanti aku kembali, meski harusnya kupasangkan kembali dengan sebuah kepergian yang sebenarnya, "seharusnya kepergian". Tapi untuk yang satu itu, aku ragu akan ada kepergian yang benar-benar!

Takut? Bukan kamu, aku bertanya pada bagian lain diriku. Ya aku takut! Takut liarnya rasa membuatmu hilang percaya berbuntut kecewa. Akhirnya kubiarkan saja kepergianku hanya seperti terlihat saja, beda yang kau lihat dengan yang kurasa atau mungkin sama dengan yang kuragukan dan tak ku biarkan memiliki keyakinan.

Biru! Sambutlah aku datang menyapamu yang selalu kutakuti jemu rasa padaku, "semoga aku tak terusir!". Karena datangku sering hanya sekedar tuk keluhkan waktu yang belum milikku, karena untukmu waktu adalah milikmu dan untukku waktu hanya sebatas harap dan tunggu.

Pandanglah rendah saja, bukan tinggi setinggi ketika aku memandangmu, bukan tuk rendahkan aku, tapi hanya agar kau tau aku tak mau ku tambah bebanmu. Pandanglah! meski pandangku tak sejelas kau memandang ku. "Tenang saja! Hatiku mengerti itu".

Biru, lihatlah hujan tak selalu seperti yang kau fikirkan! Tak selalu mengiringimu ketika larut dalam kesedihan, tak juga menghalangi bahagimu untuk sebuah perjumpaan dan tak juga hentikanmu tuk menembus sebuah perjalanan yang hanya terlihat seperti menakutkan bagimu atau orang-orang yang mengasihimu. "Hujan menyambutmu di 11-12-2016!"

Mungkin juga menyambutku, menyambutku yang mungkin masih sama bersebrangan rasa, menyambutku yang mungkin masih juga sama terjebak asa, mungkin juga menyambut aku dan kamu untuk kembali menyerahkan semua rasa kepada Sang Pembolak Baliknya!

Lalu aku? Hiraukanlah, karena aku biar jadi urusan ku, meski tak akan kubiarkan kamu hanya jadi urusanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

GADIS DESA TENGAH KOTA (Cerita Fiksi)

KUTUNGGU JAWABMU

CINTA DUA RUPA BERBEDA MU